aapa aja sudah

Rabu, 04 Juni 2014



BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN AKHLAK
A.    Pengertian Sejarah Pertumbuhan dan Perkembagan Ilmu akhlak
Sebelum mencari pengertian sacara keseluruhan, terlebih dahulu mencari definisi kata perkata. Sejarah adalah peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Pertumbuhan adalah tumbuh terus-menerus, bercabang dan sepanjang waktu. Ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode-metode tertentu yang digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan itu. Akhlak adalah budi pekerti, tingkah laku.
Sejarah pertumbuhan ilmu akhlak adalah suatu peristiwa perkembangan pengetahuan tentang budi pekerti atau tingkah laku seseorang melalui berbagai macam metode yang disusun secara sistematis dari zaman ke zaman. Sejarah pertumbuhan ilmu akhlak adalah sejarah yang mempelajari batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, Tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin sejak jaman nabi Adam hinggga sekarang. Sejarah ilmu akhlak ialah sejarah yang menggali tentang tingkah laku baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka dari masa ke masa. [[1]]


B.     Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Akhlak
1.      Ilmu Akhlak di Luar Islam
Ilmu akhlak diluar islam ialah pengetahuan-pengetahuan tentang akhlak yang tidak didasarkan pada Al-Qur’an dan hadis. Adapun akhlak-akhlak di luar islam itu adalah sebagai berikut.
a.       Akhlak pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada bangsa Yunani terjadi setelah munculnya apa yang disebut shopis ticians yaitu orang-orang yang bijaksana sedangkan sebelum itu dikalangan bangsa Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak sebab pada masa itu perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam. Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak ialah pemikiran filsafat tentang manusia atau pemikiran tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun lebih bersifat filosofis, yaitu filsafat yang tertumpu pada kajian secara mendalam terhadap potensi kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia atau bersifat anthropo-sentris. Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan para filosof Yunani itu berbeda-beda, namun substansi dan tujuan mereka adalah sama yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.
Sejarah mencatat bahwa filosof Yunani yang pertama kali mengemukakan pemikiran dibidang akhlak adalah sebagai berikut:
1)      Socrates (469-399 SM)
Socrates dipandang sebagai perintis ilmu akhlak, karena ia yang pertama kali berusaha sungguh-sungguh membentuk hubungan antar manusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Akhlak dan bentuk pola hubungan itu tidak akan terjadi kecuali bila didasarkan pada ilmu pengetahuan sehingga ia berpendapat bahwa keutamaan itu ialah ilmu.[[2]] Setelah socrates maka lahirlah golongan Cynics dan Cyrenics keduanya ialah pengikut dari socrates.
2)      Cynics Dibangun oleh Antithenes (444-370 SM)
Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia adalah orang yang berperangai ketuhanan. ra ini banyak mengurangi kebutuhan terhadap dunia dengan sedapat mungkin, rela menerima apa adanya, suka menanggung penderitaan, tidak suka terhadap kemewahan, menjauhi kelezatan. Hal ini mereka lakukan karena dengan cara inilah ia selalu ingat pada tuhan. Sebaliknya hidup bergelimang dengan kemewahan akan membawa orang lupa pada tuhan. [[3]]
3)      Cyrenics ( 450-341 SM)
Golongan ini berpendapat bahwa mencari kelezatan dan menjauhi kepedihan ialah merupakan satu-satunya tujuan hidup yang benar[ ]. Menurutnya perbatan yang utama adalah perbuatan yang tingkat dan kader kelezatannya lebih besar daripada kepedihan. Dengan demikian menurutnya kebahagin dan keutamaan itu terletak pada tercapainya kelezatan dan mengutamakannya. Kedua golongan tersebut sama-sama bicara tentng perbuatan yang baik, utama dan mulia.

4)      Plato (427-347 SM)
Ia membangun akhlak melalaui akademi yang ia dirikan. Bukunya yang terkenal ialah “Republic “. Jelasnya ia berpendapat bahwa dibelakang alam lahir ini terdapat alam lain yaitu alam rohani.[[4]] Dia juga berpendapat bahwa didalam jiwa itu ada kekeuatan bermacam-macam, dan keutamaan itu timbul dari perimbangan kekuatan itu, dan tunduknya kepada hukum akal. Menurutnya pokok-pokok keutamaan itu ada 4, yaitu :
a)      Hikmat kebijaksanaan
b)      Keberanian
c)      Keperwiraan
d)     Keadilan
5)      Aristoteles (394-322 SM)
Ia membangun suatu paham yang khas, pengikutnya dinamai peripatetics karena dia memberikan pelajaran sambil berjalan, atau mengajar ditempat berjalan yang teduh. Dia berpendapat bahwa tujuan terakhir yang dikehendaki oleh manusia mengenai segala perbuatannya ialah “ bahagia”, jalan untuk mencapai kebahagiaan ini adalah dengan mempergunakan akal sebaik-baiknya.
6)      Stoics dan Epicurius ( 322-240 SM)
Stoics bependirian sebagaimana paham Cynics, mereka bependapat bahwa tuhan itu bersih dari segala kebutuhan dan sebaik-baiknya manusia itu adalah yang berperangai dengan akhlak ketuhanan.
Epicurius mendasarkan pemikirannya pada paham Cyrenics.  Paham mereka banyak diikuti dizaman baru ini, seperti Gassendi, seorang ahli filsafat Perancis (1592-1656). Ia membuka sekolah di Perancis dengan menghidupkan kembali paham Epicurius. Dari paham ini melahirkan seorang pemikir bernama Mouliere dan orang-orang Perancis yang termasyhur lainnya.
b.      Akhlak pada Agama Nasrani
Ajaran akhlak pada agama nasrani tampak bersifat Teo-centries ( memusat pada tuhan). Oleh karena itu, tidak mengherankan jika ajaran akhlak pada agama nasrani dibawa oleh para pendeta berdasarkan ajaran taurat, ini sejalan dengan ajaran ahli-ahli filsafat Yunani dari aliran Stoics dan Epicurius. Agama nasrani menghendaki agar manusia berusaha sungguh-sunguh mensucikan roh yang terdapat pada dirinya dari perbuatan dosa, baik dalam bentuk pemikiran maupun perbuatan. Agama ini menjadikan roh sebagai kekuasaan yang dominan terhadap diri manusia, yaitu sesuatu kekuasaan yang dapat mengalahkan nafsu dan syahwat. [[5]]
c.       Akhlak pada Bangsa Romawi
Pada abad pertengahan gereja memerangi fisafat Yunani dan Romawi, serta menetang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “ hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang dipertintahkan oleh wahyu tentu benar, maka tidak ada artinya lagi untuk menyelidiki tentang kenyataan ( hakikat) itu. Mempergunakan fisafat diperkenankan sekedarnya untuk menguatkan keyakinan-keyakinan agama, batas-batasnya dan ketertibannya. Setelah pemimpin-pemimpin agama menyelidiki fisafat Plato, Aristoteles, dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja ( masehi) dan mencocokannya dengan akal. Filsafat yang menentang agama Nasrani dibuang jauh-jauh. Ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dari peradaban antara ajaran yunani dan nasrani.
1)      Akhlak pada Bangsa Arab sebelum islam
Bangsa arab pada zaman jahiliah, bangsa Arab tidak mempunyai ahli-ahli filsafat yang mengajak pada aliran paham tertentu di kalangan bangsa Yunani, seperti Epicurius, Zeino, Plato, dan Aristoteles. Demikian itu, karena penyelidikan ilmu tidak terjadi kecuali di negara yang telah maju. Pada waktu itu bangsa Arab hanya mempunyai ahli-ahli hikmah dan ahli-ahli syair yang memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, mendorong keutamaan dan menjauhkan dari kerendahan yang terkenal pada zaman mereka misalnya: Luqman el-hakim, Aktsan bin Shoifi, Zubair bin Abi Sulma dan Hotim al-Thoi. [[6]]
Simak apa yang dikatakan Aktsam ibn Shaify yang hidup pada zaman jahiliah dan kemudian masuk Islam. Ia berkata: ”jujur adalah pangkal keselamatan; dusta adalah merusakkan: kejahatan adalah merusakkan; ketelitian adalah sarana menghadapi kesulitan; dan kelemahan adalah penyebab kehinaan. Penyakit pikiran adalah nafsu, dan sebaik-baiknya perkara adalah sabar. Baik sangka merusak, dan buruk sangka adalah penjagaan”.
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki kadar pemikiran yang minimal pada bidang akhlak, pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang diucapkan oleh filosof-filosof Yunani kuno. Dalam syariat-syariat mereka tersebut saja sudah ada muatan-muata akhlak.
Memang sebelum Islam, dikalangan bangsa Arab belum diketahui adanya para ahli filsafat yang mempunyai aliran-aliran tertentu seperti yang kita ketahui pada bangsa Yunani, seperti Epicurus, Plato, zinon, dan Aristo, karena penyelidikan secara ilmiah tidak ada, kecuali sesudah membesarnya perhatian orang terhadap ilmu kenegaraan.
Setelah sinar Islam memancar, maka berubahlah suasana laksana sinar matahari menghapuskan kegelapan malam, Bangsa Arab kemudian tampil maju menjadi Bangsa yang unggul di segala bidang, berkat akhlakl karimah yang diajarkan Islam.
d.      Akhlak pada Agama Hindu
Akhlak Bangsa Hindu berdasarkan kitab weda (1500 SM), selain mengandung dasar-dasar ketuhanan juga mengajarkan prinsip-prinsip akhlak Hindu yang wajib dipegang teguh oleh pengikut-pengikutnya. Prinsip-prinsip tersebut adalah patuh dan disiplin pada pelaksanaan-pelaksanaan upacara ajarannya pada mana mestinya.  
Tanda-tanda yang dipandang baik dalam akhlak agama Hindu adalah
1)      Kemerdekaan
2)       Kesehatan
3)      Kekayaan
4)      Kebahagiaan
2.      Akhlak Pada Zaman Baru
Akhlak pada zaman baru ini berkisar pada akhir abad kelima belas M, dimana Eropa mulai mengalami kebangkitan di bidang filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan empiris dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayal atau keyakinan yang terdapat dalam ajaran agama. Beberapa tokoh etika dalam masa ini di antaranya; Descartes, Shafesbury dan Hatshon, Bentham, Jhon Stuart Mill Kant dan Bertrand Russel. Salah satu ajaran penting tentang etika pada masa ini adalah bersumber pada intuisi yang diklasifikasikan menjadi empat, yaitu;
a.       Intuisi mencari hakikat atau mencari ilmu pengetahuan;
b.      Intuisi etika dan akhlak, yaitu cenderung kepada kebaikan;
c.       Itnuisi estetika yaitu cenderung kepada segala sesuatu yang mendatangkan keindahan,dan
d.      Intuisi agama yaitu perasaan meyakini adanya yang menguasai alam dengan segala isinya.
3.      Akhlak Dalam Ajaran Islam
Akhlak dalam ajaran islam berdasarkan al-qur’an dan hadits. Ilmunya disebut ilmu akhlak yaitu suatu pengetahuan yang mempelajari tentang akhlak manusia yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis. Ajaran akhlak islam menemukan bentuk yang sempurna, dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama islam pada intinya mengajak manusia agar percaya kepada Tuhan dan mengakuinnya bahwa dialah pencipta, pemilik, pemelihara, pelindung, pemberi rahmat, pengasih dan penyayang terhadap makhluk-makhluk-nya.
Akhlak dalam islam merupakan jalan hidup manusia yang paling sempurna dan menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Semua itu terkandung dalam firman-firman Alllah dan sunah Rasul. Firman Alllah ialah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran islam, hukum-hukum islam yang mengandung pengetahuan akidah, pokok-pokok akhlak, dan kemuliaan manusia.
Diantara ayat Al-Qur’an tentang akhlak yaitu:
تَذَكَّرُونَ لَعَلَّكُمْ ا يَعِظُكُمْ وَالْبَغْيِ لْمُنْكَرِوَالْفَحْشَاءِ عَنِ وَيَنْهَى الْقُرْبَى ذِي وَإِيتَاءِ وَالإحْسَانِ بِالْعَدْلِ يَأْمُرُ اللَّهَ إِنَّ
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. ( QS. An-Nahl: 90)
Ahli pikir islam yang terkemuka yang giat menyuarakan akhlak Islam menerangkan sebagai berikut.
a.       Imam Al-Ghazali (1058-1111 M)
Dengan kitabnya yang mashur “Ihya’ ‘Ulumuddin”, mengungkap pandangan akhlak sebagai berikut:
1)      Akhlak berarti bentuk jiwa.
2)      Akhlak yang baik dapat mengadakan perimbangan antara tiga kekuatan dalam diri manusia, yaitu kekuatan berpikir, hawa nafsu, dan amarah.
3)      Akhlak itu adalah kebiasaan jiwa yang tetap terdapat dalam diri manusia yang dengan mudah dan tidak perlu berpikir menumbuhkan perbuatan dan tingkah laku  manusia.
4)      Tingkah laku seseorang itu lukisan hatinya.
5)      Kepribadian pada dasarnya dapat menerima suatu pembentukan, tetapi lebih codong kepada kebajikan dibanding kejahatan.
6)      Jiwa itu dapat dilatih, dikuasai, diubah kepada akhlak yang mulia dan terpuji.
b.      Al-Farabi (879-950)
Ahli pikir Islam yang menitik beratkan pandagan akhlak pada masalah kenegaraan.  Pandangan-pandangan akhlak yang disebutkan adalah sebagaii berikut.
1)      Negeri yang utama ialah negeri yang memperjuangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi masyarakatnya.
2)      Untuk kepentingan itu, haruslah berpedoman pada contoh teraturnya hubungan antara Allah dengan alam semesta dan antara isi alam satu dengan yang lainnya.
3)      Timbulnya masyarakat karena tiga macam:
a)      Karena ada kekuatan seseorang yang kuat seperti raja atau panglima yang memimpin dan mempersatukan masyarakat.
b)      Karena persamaan keturunan dan pertalian darah diantara warganya.
c)      Karena hubungan perkawinan atau keluarga.
d)     Ibnu Bayah (880-975 M)
Beberapa ilmu pengetahuan yang dikuasainya, khususnya dalam masalah akhlak, ia memunyai pandagan sebagai berikut.
1)      Faktor rohanilah yang menggerakan manusia melakukan perbuatan baik ataupun buruk.
2)      Sebagian akhlak manusia ada yang sama denagan akhlak hewan, misalnya sifat beraninya macan, sombongnya merak, sifat malu, rakus, dan patuh dari berbagai binatang. Manusia yang tidak mengindahkan sifat kesempurnaan berarti hanya mencukupkan dirinya pada sifat-sifat hewani saja dan keutamaannya menjadi hilang.Akhlak Sebelum islam
Akhlak sebelum Islam berarti akhlak yang dimiliki orang pada masa jahiliah, yaitu zaman kebodohan sebelum Islam lahir. Di zaman jahiliah bangsa Arab merupakan penduduk yang menyembah berhala dan hanya beberapa tempat saja yang beragama Yahudi dan Kristen.
Pada masa ini keadaan akhlak manusia kebanyakan sangat menyedihkan sekali. Mereka hidup tanpa mengenal Allah. Mereka hanya mempercayai dan menyembah berhala, menyembah matahari, menyembah bulan, dan menyembah bintang. Keadaan mereka yang seperti ini sudah sangat jauh dari kebenaran. Selain itu, mereka juga menyembah pecahan-pecahan batu, kayu, dan onggokan pasir. Mereka mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa, kematian manusia dan juga adanya hari kiamat.
Dalam zaman yang amat gelap tersebut bangsa Arab mempunyai sifat yang berani, ulet, kuat ingatan, mempunyai perasaan, tahu harga diri dan ingin bebas, cinta dan taat kepada pemimpin suku. Akan tetapi, ternyata sifat yang baik ini dikalahkan oleh sifat yang buruk. Selama zaman ini, bangsa Arab diliputi kezaliman, dosa dan kepercayaan palsu.
4.      Akhlak Periode Abad Modern
Pada abad pertengahan ke 15 mulailah ahli-ahli ilmu pengetahuan menghidup suburkan filsafat Yunani kuno di seluruh Eropa. Ahli filsafat Perancis yaitu Descrates termasuk pendiri filsafat baru dalam ilmu pengetahuan dan filsafat, ia telah menciptakan dasar-dasar baru, diantaranya adalah:
1)      Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan nyata adanya.
2)      Didalam penyelidikan harus dimulai dari hal yang lebih sekecil-kecilnya, yang semudah-mudahnya, yang lebih banyak susunannya dan lebih dekat pengertiannya sehingga tercapai tujuan.
3)      Wajib menetapkan suatu hukum dan kebenaran, sehingga dapat dibuktikan kebenarannya.
Akhlak dari zaman jahiliyah hingga sekarang  ternyata masih ada, contohnya yaitu orang-orang yang masih mempercayai tentang ramalan, perdukunan, dan taklid (ikut-ikutan tanpa tahu dasar).[[7]]











BAB III
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Sejarah pertumbuhan ilmu akhlak merupakan peristiwa perkembangan pengetahuan tentang tingkah laku seseorang melalui berbagai macam metode yang tersusun secara sistematis. Akhlak diluar islam berarti ilmu akhlak yang tidak berdasarkan Al-qur’an dann hadist. Akhlak dalam islam ialah akhlak manusia yang berdasarkanAl-qur’an dan hadist, yang disampaikan dari Nabi kepada umatnya.











DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M.Yatimin. 2007. Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-qur’an. Jakarta:Amzah.
Amin Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak).Jakarta:Bulan Bintang.
Nata Abudin.2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta:Rajawali Pers.
Soleiman, Abjan. 1976. Ilmu Akhlak (Ilmu Etika). (Jakarta: Dinas Rawatan Rohani Islam Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat,)




[1] Abdullah M. Yatimin. Studi akhlak dalam perspektif Al-qur’an.(Jakarta:Amzah.2007). cet.I.hlm.236.

[2] Abdullah M. Yatimin. Studi akhlak dalam perspektif Al-qur’an.(Jakarta:Amzah.2007). cet.I.hlm.236.
[3] Ibid.,hlm.237-239.
[4] Abjan Soleiman, Ilmu Akhlak (Ilmu Etika),(Jakarta: Dinas Rawatan Rohani Islam Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat,1976) hal: 29.

[5] Nata Abudin.Akhlak tasawuf.(Jakarta:Rajawali Pers.2009).hlm.64-65.
[6]  Amin Ahmad.Etika Akhlak.(Jakarta:Bulan Bintang.199s5).hlm.147.
[7] Abdullah M. Yatimin. Studi akhlak dalam perspektif Al-qur’an.(Jakarta:Amzah.2007). cet.I.hlm.245-255.