BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN AKHLAK
A.
Pengertian
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembagan Ilmu akhlak
Sebelum mencari pengertian sacara
keseluruhan, terlebih dahulu mencari definisi kata perkata. Sejarah adalah
peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Pertumbuhan adalah tumbuh
terus-menerus, bercabang dan sepanjang waktu. Ilmu ialah pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode-metode tertentu yang
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan itu.
Akhlak adalah budi pekerti, tingkah laku.
Sejarah pertumbuhan ilmu akhlak adalah
suatu peristiwa perkembangan pengetahuan tentang budi pekerti atau tingkah laku
seseorang melalui berbagai macam metode yang disusun secara sistematis dari
zaman ke zaman. Sejarah pertumbuhan ilmu akhlak adalah sejarah yang mempelajari
batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, Tentang perkataan atau
perbuatan manusia lahir dan batin sejak jaman nabi Adam hinggga sekarang.
Sejarah ilmu akhlak ialah sejarah yang menggali tentang tingkah laku baik dan
buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka
yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka dari masa ke masa. [[1]]
B.
Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Akhlak
1.
Ilmu
Akhlak di Luar Islam
Ilmu akhlak diluar islam ialah
pengetahuan-pengetahuan tentang akhlak yang tidak didasarkan pada Al-Qur’an dan
hadis. Adapun akhlak-akhlak di luar islam itu adalah sebagai berikut.
a. Akhlak
pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak
pada bangsa Yunani terjadi setelah munculnya apa yang disebut shopis ticians
yaitu orang-orang yang bijaksana sedangkan sebelum itu dikalangan bangsa Yunani
tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak sebab pada masa itu perhatian mereka
tercurah pada penyelidikannya mengenai alam. Dasar yang digunakan para pemikir
Yunani dalam membangun ilmu akhlak ialah pemikiran filsafat tentang manusia
atau pemikiran tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka
bangun lebih bersifat filosofis, yaitu filsafat yang tertumpu pada kajian
secara mendalam terhadap potensi kejiwaan yang terdapat dalam diri manusia atau
bersifat anthropo-sentris. Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan
para filosof Yunani itu berbeda-beda, namun substansi dan tujuan mereka adalah
sama yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang
baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah airnya.
Sejarah mencatat bahwa filosof Yunani
yang pertama kali mengemukakan pemikiran dibidang akhlak adalah sebagai
berikut:
1) Socrates
(469-399 SM)
Socrates dipandang sebagai perintis ilmu
akhlak, karena ia yang pertama kali berusaha sungguh-sungguh membentuk hubungan
antar manusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Akhlak dan bentuk pola hubungan
itu tidak akan terjadi kecuali bila didasarkan pada ilmu pengetahuan sehingga
ia berpendapat bahwa keutamaan itu ialah ilmu.[[2]]
Setelah socrates maka lahirlah golongan Cynics dan Cyrenics keduanya
ialah pengikut dari socrates.
2) Cynics
Dibangun oleh Antithenes (444-370 SM)
Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu
bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia adalah orang yang
berperangai ketuhanan. ra ini banyak mengurangi kebutuhan terhadap dunia dengan
sedapat mungkin, rela menerima apa adanya, suka menanggung penderitaan, tidak
suka terhadap kemewahan, menjauhi kelezatan. Hal ini mereka lakukan karena
dengan cara inilah ia selalu ingat pada tuhan. Sebaliknya hidup bergelimang
dengan kemewahan akan membawa orang lupa pada tuhan. [[3]]
3) Cyrenics
( 450-341 SM)
Golongan ini berpendapat bahwa mencari
kelezatan dan menjauhi kepedihan ialah merupakan satu-satunya tujuan hidup yang
benar[ ]. Menurutnya perbatan yang utama adalah perbuatan yang tingkat dan
kader kelezatannya lebih besar daripada kepedihan. Dengan demikian menurutnya
kebahagin dan keutamaan itu terletak pada tercapainya kelezatan dan
mengutamakannya. Kedua golongan tersebut sama-sama bicara tentng perbuatan yang
baik, utama dan mulia.
4) Plato
(427-347 SM)
Ia membangun akhlak melalaui akademi
yang ia dirikan. Bukunya yang terkenal ialah “Republic “. Jelasnya ia
berpendapat bahwa dibelakang alam lahir ini terdapat alam lain yaitu alam
rohani.[[4]]
Dia juga berpendapat bahwa didalam jiwa itu ada kekeuatan bermacam-macam,
dan keutamaan itu timbul dari perimbangan kekuatan itu, dan tunduknya kepada
hukum akal. Menurutnya pokok-pokok keutamaan itu ada 4, yaitu :
a) Hikmat
kebijaksanaan
b) Keberanian
c) Keperwiraan
d) Keadilan
5) Aristoteles
(394-322 SM)
Ia membangun suatu paham yang khas,
pengikutnya dinamai peripatetics karena dia memberikan pelajaran sambil
berjalan, atau mengajar ditempat berjalan yang teduh. Dia berpendapat bahwa
tujuan terakhir yang dikehendaki oleh manusia mengenai segala perbuatannya
ialah “ bahagia”, jalan untuk mencapai kebahagiaan ini adalah dengan
mempergunakan akal sebaik-baiknya.
6) Stoics
dan Epicurius ( 322-240 SM)
Stoics bependirian sebagaimana paham
Cynics, mereka bependapat bahwa tuhan itu bersih dari segala kebutuhan dan
sebaik-baiknya manusia itu adalah yang berperangai dengan akhlak ketuhanan.
Epicurius mendasarkan pemikirannya pada
paham Cyrenics. Paham mereka banyak
diikuti dizaman baru ini, seperti Gassendi, seorang ahli filsafat Perancis
(1592-1656). Ia membuka sekolah di Perancis dengan menghidupkan kembali paham
Epicurius. Dari paham ini melahirkan seorang pemikir bernama Mouliere dan
orang-orang Perancis yang termasyhur lainnya.
b.
Akhlak
pada Agama Nasrani
Ajaran akhlak pada agama nasrani tampak
bersifat Teo-centries ( memusat pada tuhan). Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika ajaran akhlak pada agama nasrani dibawa oleh para pendeta
berdasarkan ajaran taurat, ini sejalan dengan ajaran ahli-ahli filsafat Yunani
dari aliran Stoics dan Epicurius. Agama nasrani menghendaki agar manusia
berusaha sungguh-sunguh mensucikan roh yang terdapat pada dirinya dari
perbuatan dosa, baik dalam bentuk pemikiran maupun perbuatan. Agama ini
menjadikan roh sebagai kekuasaan yang dominan terhadap diri manusia, yaitu
sesuatu kekuasaan yang dapat mengalahkan nafsu dan syahwat. [[5]]
c.
Akhlak
pada Bangsa Romawi
Pada abad pertengahan gereja memerangi
fisafat Yunani dan Romawi, serta menetang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno.
Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “ hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa
yang dipertintahkan oleh wahyu tentu benar, maka tidak ada artinya lagi untuk
menyelidiki tentang kenyataan ( hakikat) itu. Mempergunakan fisafat
diperkenankan sekedarnya untuk menguatkan keyakinan-keyakinan agama,
batas-batasnya dan ketertibannya. Setelah pemimpin-pemimpin agama menyelidiki
fisafat Plato, Aristoteles, dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja ( masehi)
dan mencocokannya dengan akal. Filsafat yang menentang agama Nasrani dibuang
jauh-jauh. Ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah
ajaran akhlak yang dibangun dari peradaban antara ajaran yunani dan nasrani.
1) Akhlak
pada Bangsa Arab sebelum islam
Bangsa arab pada zaman jahiliah, bangsa
Arab tidak mempunyai ahli-ahli filsafat yang mengajak pada aliran paham
tertentu di kalangan bangsa Yunani, seperti Epicurius, Zeino, Plato, dan
Aristoteles. Demikian itu, karena penyelidikan ilmu tidak terjadi kecuali di
negara yang telah maju. Pada waktu itu bangsa Arab hanya mempunyai ahli-ahli
hikmah dan ahli-ahli syair yang memerintahkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran, mendorong keutamaan dan menjauhkan dari kerendahan yang terkenal
pada zaman mereka misalnya: Luqman el-hakim, Aktsan bin Shoifi, Zubair bin Abi Sulma
dan Hotim al-Thoi. [[6]]
Simak apa yang dikatakan Aktsam ibn
Shaify yang hidup pada zaman jahiliah dan kemudian masuk Islam. Ia berkata:
”jujur adalah pangkal keselamatan; dusta adalah merusakkan: kejahatan adalah
merusakkan; ketelitian adalah sarana menghadapi kesulitan; dan kelemahan adalah
penyebab kehinaan. Penyakit pikiran adalah nafsu, dan sebaik-baiknya perkara
adalah sabar. Baik sangka merusak, dan buruk sangka adalah penjagaan”.
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum
Islam telah memiliki kadar pemikiran yang minimal pada bidang akhlak,
pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai
yang tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang
diucapkan oleh filosof-filosof Yunani kuno. Dalam syariat-syariat mereka
tersebut saja sudah ada muatan-muata akhlak.
Memang sebelum Islam, dikalangan bangsa
Arab belum diketahui adanya para ahli filsafat yang mempunyai aliran-aliran
tertentu seperti yang kita ketahui pada bangsa Yunani, seperti Epicurus, Plato,
zinon, dan Aristo, karena penyelidikan secara ilmiah tidak ada, kecuali sesudah
membesarnya perhatian orang terhadap ilmu kenegaraan.
Setelah sinar Islam memancar, maka
berubahlah suasana laksana sinar matahari menghapuskan kegelapan malam, Bangsa
Arab kemudian tampil maju menjadi Bangsa yang unggul di segala bidang, berkat
akhlakl karimah yang diajarkan Islam.
d.
Akhlak
pada Agama Hindu
Akhlak Bangsa Hindu berdasarkan kitab
weda (1500 SM), selain mengandung dasar-dasar ketuhanan juga mengajarkan prinsip-prinsip
akhlak Hindu yang wajib dipegang teguh oleh pengikut-pengikutnya.
Prinsip-prinsip tersebut adalah patuh dan disiplin pada pelaksanaan-pelaksanaan
upacara ajarannya pada mana mestinya.
Tanda-tanda yang dipandang baik dalam
akhlak agama Hindu adalah
1) Kemerdekaan
2) Kesehatan
3) Kekayaan
4) Kebahagiaan
2.
Akhlak
Pada Zaman Baru
Akhlak pada zaman baru ini berkisar pada akhir abad
kelima belas M, dimana Eropa mulai mengalami kebangkitan di bidang filsafat,
ilmu pengetahuan dan teknologi. Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada
penyelidikan menurut kenyataan empiris dan tidak mengikuti gambaran-gambaran
khayal atau keyakinan yang terdapat dalam ajaran agama. Beberapa tokoh etika
dalam masa ini di antaranya; Descartes, Shafesbury dan Hatshon, Bentham, Jhon
Stuart Mill Kant dan Bertrand Russel. Salah satu ajaran penting tentang etika
pada masa ini adalah bersumber pada intuisi yang diklasifikasikan menjadi
empat, yaitu;
a. Intuisi
mencari hakikat atau mencari ilmu pengetahuan;
b. Intuisi
etika dan akhlak, yaitu cenderung kepada kebaikan;
c. Itnuisi
estetika yaitu cenderung kepada segala sesuatu yang mendatangkan keindahan,dan
d. Intuisi
agama yaitu perasaan meyakini adanya yang menguasai alam dengan segala isinya.
3.
Akhlak
Dalam Ajaran Islam
Akhlak dalam ajaran islam berdasarkan al-qur’an dan
hadits. Ilmunya disebut ilmu akhlak yaitu suatu pengetahuan yang mempelajari
tentang akhlak manusia yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis. Ajaran akhlak
islam menemukan bentuk yang sempurna, dengan titik pangkalnya pada Tuhan dan
akal manusia. Agama islam pada intinya mengajak manusia agar percaya kepada Tuhan
dan mengakuinnya bahwa dialah pencipta, pemilik, pemelihara, pelindung, pemberi
rahmat, pengasih dan penyayang terhadap makhluk-makhluk-nya.
Akhlak dalam islam merupakan jalan hidup manusia
yang paling sempurna dan menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.
Semua itu terkandung dalam firman-firman Alllah dan sunah Rasul. Firman Alllah
ialah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran islam, hukum-hukum
islam yang mengandung pengetahuan akidah, pokok-pokok akhlak, dan kemuliaan
manusia.
Diantara
ayat Al-Qur’an tentang akhlak yaitu:
تَذَكَّرُونَ لَعَلَّكُمْ ا يَعِظُكُمْ
وَالْبَغْيِ لْمُنْكَرِوَالْفَحْشَاءِ عَنِ وَيَنْهَى الْقُرْبَى ذِي وَإِيتَاءِ وَالإحْسَانِ
بِالْعَدْلِ يَأْمُرُ اللَّهَ
إِنَّ
Artinya: Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. ( QS.
An-Nahl: 90)
Ahli pikir islam yang terkemuka yang giat
menyuarakan akhlak Islam menerangkan sebagai berikut.
a. Imam
Al-Ghazali (1058-1111 M)
Dengan kitabnya yang mashur “Ihya’
‘Ulumuddin”, mengungkap pandangan akhlak sebagai berikut:
1) Akhlak
berarti bentuk jiwa.
2) Akhlak
yang baik dapat mengadakan perimbangan antara tiga kekuatan dalam diri manusia,
yaitu kekuatan berpikir, hawa nafsu, dan amarah.
3) Akhlak
itu adalah kebiasaan jiwa yang tetap terdapat dalam diri manusia yang dengan
mudah dan tidak perlu berpikir menumbuhkan perbuatan dan tingkah laku manusia.
4) Tingkah
laku seseorang itu lukisan hatinya.
5) Kepribadian
pada dasarnya dapat menerima suatu pembentukan, tetapi lebih codong kepada
kebajikan dibanding kejahatan.
6) Jiwa
itu dapat dilatih, dikuasai, diubah kepada akhlak yang mulia dan terpuji.
b. Al-Farabi
(879-950)
Ahli pikir Islam yang menitik beratkan
pandagan akhlak pada masalah kenegaraan.
Pandangan-pandangan akhlak yang disebutkan adalah sebagaii berikut.
1) Negeri
yang utama ialah negeri yang memperjuangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi
masyarakatnya.
2) Untuk
kepentingan itu, haruslah berpedoman pada contoh teraturnya hubungan antara
Allah dengan alam semesta dan antara isi alam satu dengan yang lainnya.
3) Timbulnya
masyarakat karena tiga macam:
a) Karena
ada kekuatan seseorang yang kuat seperti raja atau panglima yang memimpin dan
mempersatukan masyarakat.
b) Karena
persamaan keturunan dan pertalian darah diantara warganya.
c) Karena
hubungan perkawinan atau keluarga.
d) Ibnu
Bayah (880-975 M)
Beberapa ilmu pengetahuan yang
dikuasainya, khususnya dalam masalah akhlak, ia memunyai pandagan sebagai
berikut.
1) Faktor
rohanilah yang menggerakan manusia melakukan perbuatan baik ataupun buruk.
2) Sebagian
akhlak manusia ada yang sama denagan akhlak hewan, misalnya sifat beraninya
macan, sombongnya merak, sifat malu, rakus, dan patuh dari berbagai binatang.
Manusia yang tidak mengindahkan sifat kesempurnaan berarti hanya mencukupkan
dirinya pada sifat-sifat hewani saja dan keutamaannya menjadi hilang.Akhlak
Sebelum islam
Akhlak sebelum Islam berarti akhlak yang dimiliki
orang pada masa jahiliah, yaitu zaman kebodohan sebelum Islam lahir. Di zaman
jahiliah bangsa Arab merupakan penduduk yang menyembah berhala dan hanya
beberapa tempat saja yang beragama Yahudi dan Kristen.
Pada masa ini keadaan akhlak manusia kebanyakan
sangat menyedihkan sekali. Mereka hidup tanpa mengenal Allah. Mereka hanya
mempercayai dan menyembah berhala, menyembah matahari, menyembah bulan, dan
menyembah bintang. Keadaan mereka yang seperti ini sudah sangat jauh dari
kebenaran. Selain itu, mereka juga menyembah pecahan-pecahan batu, kayu, dan
onggokan pasir. Mereka mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa, kematian manusia
dan juga adanya hari kiamat.
Dalam zaman yang amat gelap tersebut bangsa Arab
mempunyai sifat yang berani, ulet, kuat ingatan, mempunyai perasaan, tahu harga
diri dan ingin bebas, cinta dan taat kepada pemimpin suku. Akan tetapi,
ternyata sifat yang baik ini dikalahkan oleh sifat yang buruk. Selama zaman
ini, bangsa Arab diliputi kezaliman, dosa dan kepercayaan palsu.
4.
Akhlak
Periode Abad Modern
Pada abad pertengahan ke 15 mulailah ahli-ahli ilmu
pengetahuan menghidup suburkan filsafat Yunani kuno di seluruh Eropa. Ahli
filsafat Perancis yaitu Descrates termasuk pendiri filsafat baru dalam ilmu
pengetahuan dan filsafat, ia telah menciptakan dasar-dasar baru, diantaranya
adalah:
1) Tidak
menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan nyata adanya.
2) Didalam
penyelidikan harus dimulai dari hal yang lebih sekecil-kecilnya, yang
semudah-mudahnya, yang lebih banyak susunannya dan lebih dekat pengertiannya
sehingga tercapai tujuan.
3) Wajib
menetapkan suatu hukum dan kebenaran, sehingga dapat dibuktikan kebenarannya.
Akhlak dari zaman jahiliyah hingga sekarang ternyata masih ada, contohnya yaitu
orang-orang yang masih mempercayai tentang ramalan, perdukunan, dan taklid
(ikut-ikutan tanpa tahu dasar).[[7]]
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Sejarah
pertumbuhan ilmu akhlak merupakan peristiwa perkembangan pengetahuan tentang
tingkah laku seseorang melalui berbagai macam metode yang tersusun secara
sistematis. Akhlak diluar islam berarti ilmu akhlak yang tidak berdasarkan
Al-qur’an dann hadist. Akhlak dalam islam ialah akhlak manusia yang
berdasarkanAl-qur’an dan hadist, yang disampaikan dari Nabi kepada umatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M.Yatimin. 2007. Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-qur’an.
Jakarta:Amzah.
Amin
Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak).Jakarta:Bulan
Bintang.
Nata
Abudin.2009. Akhlak Tasawuf.
Jakarta:Rajawali Pers.
Soleiman, Abjan. 1976. Ilmu Akhlak (Ilmu Etika). (Jakarta:
Dinas Rawatan Rohani Islam Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat,)
[1]
Abdullah M. Yatimin. Studi akhlak dalam perspektif Al-qur’an.(Jakarta:Amzah.2007).
cet.I.hlm.236.
[2]
Abdullah M. Yatimin. Studi
akhlak dalam perspektif Al-qur’an.(Jakarta:Amzah.2007). cet.I.hlm.236.
[3]
Ibid.,hlm.237-239.
[4]
Abjan Soleiman, Ilmu
Akhlak (Ilmu Etika),(Jakarta: Dinas Rawatan Rohani Islam Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat,1976) hal: 29.
[5] Nata Abudin.Akhlak tasawuf.(Jakarta:Rajawali Pers.2009).hlm.64-65.
[6]
Amin Ahmad.Etika
Akhlak.(Jakarta:Bulan Bintang.199s5).hlm.147.
[7]
Abdullah M. Yatimin. Studi akhlak dalam perspektif Al-qur’an.(Jakarta:Amzah.2007).
cet.I.hlm.245-255.